Friday, July 8, 2011

Curhat orang stres lagi minum tinta cina

Liburan. Satu kata yang bagaikan bilah pedang bermata dua. Di satu saat kau senang mendengarnya, di lain pihak kau muak merasakannya. Yap. Libur sekolah selama dua minggu hampir selesai. Waktunya saya merangkum segala hal yang terjadi selama liburan saya. Before we start, let me say happy holiday, for all of you who enjoy your holiday, and welcome to my life, to all of you who think holiday's suck. Anyway, here's the fact. Saya mendekam hampir di setiap saat selama liburan ini. Dan inilah kegiatan saya hampir setiap hari selama liburan.
05.00 : solat
05.05 : tidur lagi
09.00 : bangun
09.01 : gambar
11.00 : sarapan
11.10 : gambar
13.00 : mandi
13.15 : solat
13.20 : gambar
17.15 : solat
17.20 : gambar
18.30 : solat
18.35 : talking to Mr. Gee
19.00 : gambar
00.00 : solat
00.05 : gambar
03.10 : tidur
Dan saya pun gila.
Buat kawan-kawan saya yang baca ini, semoga kalian ngerti kenapa saya mendadak linglung dan korslet beberapa hari terakhir ini. Saya ngga kebayang gimana jadinya kalo masuk sekolah nanti.
Q: Who's Mr. Gee, by the way?
A: Gantungan kunci bentuk boneka beruang yang dikasih temen SMP dari Singapura yang sering jadi temen curhat
Q: Well, saya ngerti kalo Anda stress. Kenapa ngga jalan-jalan aja, coba?
A: Dengan tiga lembar ribuan dan selembar lima ribuan, dapet nasi bungkus di warteg depan pasar aja kaga.
Q: Message a friend?
A: Program bonus SMS dari provider udah ditutup.
Q: Phone a friend?
A: Lu gila apa, SMS aja ga cukup, disuruh nelepon.
Q: Well, kalo kamu udah tau mau liburan, kenapa ngga nabung dari jauh-jauh hari sih?
A: Aaaargh!! Shut the ***k up!! Ganti pertanyaannya! Lu kan tau gua benci mengakui kesalahan.
Q: Lha bukan salah gua dong
A: Aargh!! Get outta my mind right now!
Q: Hey, I'm your mind, am I?
A: Holy crap. Even my mind drives me mad.
Intinya, saya stress karena bulukan selama liburan sampe-sampe saya berantem sama diri sendiri kayak gitu. Satu-satunya yang saya dapat dari liburan kali ini adalah krisis percaya diri. Sadar atau tidak, saat ada waktu luang untuk berpikir random terkadang akan membuat kita khawatir akan hal yang seharusnya tidak perlu kita khawatirkan. Dan inilah kenyataannya. Waktu libur merupakan saat-saat yang paling banyak menghasilkan waktu luang. Saya jadi kepikiran banyak hal yang harusnya ngga usah atau bahkan ngga pernah dipikirin. Dari situ keluar asumsi-asumsi ngga jelas dan malah bikin stress berlebihan. Pengaruhnya juga terasa sampai ke lingkungan di sekitar saya. Saya jadi merasa bersalah, karena stress harusnya ngga perlu yang saya alami, orang lain jadi kena imbasnya. Tapi hal tersebut makin membuat saya stress. Dengan menuliskan hal ini di blog, pasti saya malah bikin orang lain stress membacanya.*dihajar massa*
Astaga, ceritanya jadi menyimpang. Kembali lagi ke krisis percaya diri akibat waktu luang untuk berpikir randomly. Saya yang overdosis waktu luang banyak mikir tentang masa depan dan keinginan untuk mengulang waktu dan memperbaiki kesalahan. Sekolah, karir, nasib, bla bla bla yang harusnya ngga perlu dipikirin dengan serius. Salah satu asumsi yang sering muncul di pikiran adalah saya gagal dan ngga berguna. Setelah melihat kembali apa saja yang telah saya lakukan selama ini, makin jelas gagalnya. Di saat merasa ngga berguna itulah, ada pikiran lain yang membantahnya dengan menghadirkan kembali memori-memori positif yang membuat saya bersemangat lagi. Tapi pikiran saya lebih menitikberatkan pada kegagalan saya. Pikiran saya selalu membuat saya merasa gagal, apalagi kalau saya mengingat apa yang terjadi beberapa tahun terakhir ini. Jadi, hal-hal tersebutlah yang membuat saya krisis PD selama liburan. Saran saya untuk para pembaca tulisan ini, jangan pernah membiarkan diri Anda berpikir bebas karena dengan berpikir bebas Anda akan menjadi seperti saya ini. Ngga mau kan?
Ada satu hal lain yang bikin saya stress. Di suatu hari yang cerah tak berawan saya sadar kalau hampir seluruh hidup saya digunakan untuk nurutin orang lain. Bukannya mau sombong, tapi saya selalu berusaha untuk mengerti orang lain. Lama-lama kesannya jadi kayak babu gitu deh. Saya sering korban perasaan sendiri untuk menjaga perasaan orang lain. Kata psikolog yang lewat, kalo emosi dipendam terlalu lama, fatal akibatnya. Dan saya sudah mendekati garis batas kesabaran saya. Kadang saya merasa ingin dimengerti orang lain. Saya bosan menuruti orang lain. Sebenernya sih itu salah saya, karena saya terlalu menjaga perasaan orang. Tapi saya harap dengan mengungkapkan hal ini, orang lain lebih mengerti saya yang agak aneh dan unpredictable kondisi kejiwaannya. Makanya, buat kawan-kawan saya yang baca ini, harap mengerti kenapa saya senang menyendiri, karena memang pada dasarnya saya ini anti-sosial sejak kecil. (Tapi jangan ngejauhin juga ya)