*Mata sepet abis ngeliat blog alay*
Huzzah. Ini saatnya curhat soal saya sendiri. Khusus hari ini, ngga ada cerita soal si sableng. Ngga ada cerita soal si blackbird.
>>>>
Akhirnya, setelah beberapa dekade saya absen menggambar (gara-gara demam Den O dan Decade yang berlanjut dengan Ozu), saya bisa juga ngegambar tadi siang!!! *Three cheers for me!!* Hahahaha... Betapa indahnya dunia ini... *lebay*. Tapi, ada satu masalah yang terus keulang dari zaman TK sampe SMA. Padahal, kata orang, keledai aja ngga akan jatuh ke lubang yang sama. Kenapa saya bisa lebih parah dari keledai ya? Jawabannya, karena saya bukan keledai *dibabuk massa*.
Kembali lagi ke masalah saya. Sejak TK, saya udah bener-bener kecantol sama yang namanya dunia komik. Berawal dari komik Sailormoon yang dibeliin babeh waktu sakit bertahun-tahun lalu. Entah komik itu memang punya kekuatan sakti mandraguna atau memang saya sebenernya ngga sakit, saya langsung sembuh hari itu juga. Besoknya, tangan langsung gatel pengen gambar. Saya langsung minta kertas gambar dan pensil. Komik pertama yang saya bikin judulnya Sailormoon Z karena saya tahu ada Sailormoon R. Konyol memang, tapi beberapa tahun kemudian saya sangat mengapresiasi usaha saya yang ngga ada hasilnya itu.
Lanjut ke zaman SD kelas satu. Bosan dengan bulan dan kawan-kawannya, saya beralih ke si bulat biru Doraemon. Lagi-lagi, saya berusaha membuat komik yang temanya mirip dengan si Doraemon itu. Rada cacad sih, tapi ya wajarlah, yang bikinnya juga masih kelas 1 SD, pikir saya. Nah, sejak itulah saya tenggelam dalam kesibukan tak berarti yang bernama komik.
Kata orang-orang yang ngga ngerti betapa mengasyikannya menggambar *gombal*, termasuk ibu saya, saya ini cuma orang aneh yang ngga bisa lepas dari kertas HVS dan pensil dan ngga bisa hidup tanpa dua benda tersebut di atas. Normalnya, orang kayak saya itu dibawa ke psikiater terdekat, kata mereka. Malahan, ibu saya pernah nyuruh saya berhenti ngegambar karena ngga ada gunanya, malah ngeganggu pelajaran sekolah. Langsung saya nangis seharian. Akibatnya, ngga ada lagi yang berani nyuruh saya berhenti nggambar. Tapi, beberapa tahun kemudian saya baru sadar kenapa saya disuruh berhenti nggambar. Setelah diteliti, komik saya ngga pernah ada yang selesai. Mampus dah. Kalo gini caranya sih, mimpi jadi komikus bisa melayang... Bukan cuma ngga selesai. Ada komik saya yang dibuat akhir dan awalnya doang, tengahnya bolong. Ada yang udah sampe tengah, entah karena mood lagi ngga ada atau emang pada dasarnya males, bagian akhirnya ngga ada. Makanya, belum lama ini saya lagi nyoba bikin komik yang dikerjain bareng temen-temen saya yang senasib di sekolah. Ada dua orang yang ikut terlibat juga *kayak crime scene aja nih..*. Lumayan juga, saya jadi bisa melihat setitik cahaya yang dapa mengantarkan saya ke surga.. eh salah... ke jalan menjadi komikus, biar cuma kerjaan sampingan juga...
>>>>
Tambahan cerita, beberapa hari lalu saya melakukan transaksi ilegal (baca: kirim-kirim lagu dan gambar orang ganteng) dengan teman saya. Intinya, transaksi itu berakibat fatal. Saya ketularan demam Korea. Seharian itu saya dan teman saya ngomongin Daesung, personil Bigbang. Gila, suaranya yang paling enak didenger kalo dibandingin sama personil yang lain. Mantap lah pokoknya. Sampe temen saya yang satu lagi jadi pusing dan akhirnya memilih untuk mengerjakan latihan matematika terkutuk. Pokoknya, yang namanya diferenSIAL, Ksp, dan lain-lain yang dibahas di kelas waktu itu ngga ada yang masuk sebiji pun. Rasanya lagu Tonight terngiang-ngiang terus di kuping. Dan, saya mencetak sejarah baru bagi saya sendiri, yaitu kali pertama saya benar-benar senang dengan lagu Korea.
Satu lagi, saya akhirnya menemukan lagi fungsi sekunder dari sekolah, yaitu tempat menghabiskan waktu luang. Sejak SMA, saya bener-bener bingung fungsi sekolah itu sebenernya apa, kok saya masuk kelas terus tapi otak tetep segitu-segitunya, ngga ada ilmu yang nambah. Rasanya kepala saya kalo dibelek dan diliat otaknya, bakal ada jamur dan karat tumbuh di otak saking lamanya ngga dipake. Lebay. Udah beberapa hari ini saya ikut bimbel. Dan, hasilnya memuaskan sekaligus mengejutkan. Pelajaran kimia yang tidak pernah saya sentuh saking bencinya, dalam sejam saya langsung ngerti luar dalem tentang bufer dan hidrolisis. Matematika yang langganan remed walaupun udah belaja sampe njungkir ngga balik lagi, dalam sehari langsung ngerti apa fungsi dari diferensial. Dari situ saya ambil kesimpulan, sekolah jaman sekarang ini cuma sebagai formalitas. Biar dapet ijazah doang. Makanya, sekolah harus berterima kasih sama murid-muridnya yang pinter. Karena mereka itulah yang bikin sekolah jadi eksis. Bukannya murid yang terima kasih ke sekolah, karena mereka jadi pinter bukan karena sekolah, tapi karena bimbel dan usaha mereka sendiri. Haah, rasanya saya udah ngga tahan, pengen cepet-cepet lulus dari SMA.
Saturday, May 14, 2011
Wednesday, May 4, 2011
Kalau Bulan Bisa Ngomong..
No!! Judul di atas bukan artinya saya jadi setengah waras (atau setengah gila, terserah mau yang mana) gara-gara saya berharap bulan beneran bisa ngomong. Ini soal si blackbird (lagi). Seperti biasa, saya mau tulis cerita tentang dia. Tapi, khusus hari ini saya pake sedikit trik biar ngga terlalu frontal (kalo ngga, saya bisa diseret ke Depdikbud). Tapi yah, ini juga mungkin bisa sedikit berguna buat orang-orang yang nyasar ke blog ini karena mau cari tahu contoh cara penggunaan kiasan dan peribahasa Indonesia.
>>>>
Di suatu tempat, suatu zaman, ada sebuah lembaga pendidikan yang merupakan tempat bernaung ratusan pelaku dunia pendidikan yang biasa disebut murid, guru, beserta antek-anteknya. Lembaga tersebut punya tujuan mulia, yaitu memajukan bangsa. Itu bagus, tapi yang jadi masalah adalah para makhluk yang bernaung di dalamnya. Sekali mendayung dua tiga pulau terlampaui, beberapa pihak di sana mencoba untuk mencari penghasilan lebih dengan 'membuka jasa' bantuan pertama dalam belajar, yang biasa disebut les privat. Entah ke mana peraturan yang menyebutkan bahwa hal tersebut dilarang karena merugikan. Itu baru salah satu contoh penyimpangan terang-terangan di lembaga ini.
Di hari lain, masih di tempat yang sama, ketidakwarasan kembali terjadi. Ada aturan yang menyebutkan bahwa semua orang di sana dilarang merokok. Hal tersebut berkali-kali ditegaskan oleh para 'petinggi' lembaga tersebut. Dan, yang terjadi justru para 'petinggi' itulah yang melanggar peraturan. Beberapa di antara mereka bahkan merokok di sembarang tempat. Pertanyaannya, siapa sebenarnya yang mengatur dan diatur di sana? Saya sendiri bingung mau jawab apa.
Para 'petinggi' lembaga ini juga sering melebih-lebihkan hal-hal yang bahkan sebenarnya tidak perlu jadi bahan perbincangan. Banyak kegiatan-kegiatan yang menyita waktu belajar. Dengan kualitas pengajar yang bisa dibilang kurang dari standar (bagi saya pribadi), lembaga ini masih berani juga menuntut prestasi lebih dari para peserta didik. Kalau boleh saya jujur, usaha pemerintah untuk membangun lembaga seperti ini di mana-mana dengan harapan dapat menghasilkan generasi penerus bangsa yang berkualitas, benar-benar seperti menegakkan benang basah. Selama bangsa ini belum sepenuhnya ingin merubah diri sendiri, sampai akhir zamanpun negara ini tidak akan pernah jadi lebih baik dari sekarang. Apalagi, saat ini mencari generasi penerus yang berpotensi di antara jutaan orang bagai mencari jarum di antara tumpukan jerami.
Rasanya seluruh aspek kehidupan di negara ini sudah jadi ladang penghasil uang bagi beberapa pihak yang memang terkait di dalamnya. Coba pikir, aspek apa yang betul-betul belum dijadikan bisnis. Rasanya tidak ada. Sialnya, pendidikan merupakan salah satu aspek yang paling sering dijadikan lahan bisnis yang tidak transparan. Menurut perspektif saya sebagai seorang pelajar, beberapa tahun lagi jumlah orang yang tidak dapat menikmati pendidikan akan bertambah banyak, sebanding dengan bertambahnya orang yang menyalahgunakan niat dan tujuan mulia dari dunia pendidikan.
Seandainya bulan dapat berbicara, ia akan bersyukur sekali karena ia tidak ditinggali oleh makhluk bernama manusia. Apalagi manusia negeri ini. Selama bulan tidak dihuni manusia, ia akan terus berputar mengelilingi bumi dengan damai dan menjadi saksi bisu betapa konyolnya perbuatan manusia selama ini.
>>>>
Inti dari cerita ini, si Blackbird lagi stress. Jadi, wajar aja kalo bahasan yang ini ngga nyambung sama sekali. Yah, saya juga kan udah jarang banget update blog sampe jadi bulukan gini, ngga tau dah gimana bentuknya. Oh iya, baru aja kemaren Osama tewas. Banyak orang yang komentar, padahal ngga tau apa-apa (termasuk saya juga sih..). Komentar saya? Kalo bilang saya bersyukur, nanti diteror Taliban. Kalo bilang saya sedih karena saya penggemar berat beliau, semua orang tau kalo itu seratus persen wadul dan kesannya gombal. Jadi, saya ngga akan komentar banyak soal tewasnya Osama di tangan Amerika. Huzzah. Jadi ngelantur nih.
Omong-omong, ngga cuma blog yang bulukan, tapi saya juga (lha?). Udah lebih dari seminggu saya ngga menyentuh yang namanya pensil dan kertas gambar. Biasanya, sehari aja ngga ngegambar pasti langsung bulukan. Lebay. Tapi ya emang itu kenyataannya. Kalo aja ide bisa turun gitu aja dari langit, kapan aja di mana aja.. Saya ngga bakal 'membusuk' di rumah kayak gini ini deh.
>>>>
Di suatu tempat, suatu zaman, ada sebuah lembaga pendidikan yang merupakan tempat bernaung ratusan pelaku dunia pendidikan yang biasa disebut murid, guru, beserta antek-anteknya. Lembaga tersebut punya tujuan mulia, yaitu memajukan bangsa. Itu bagus, tapi yang jadi masalah adalah para makhluk yang bernaung di dalamnya. Sekali mendayung dua tiga pulau terlampaui, beberapa pihak di sana mencoba untuk mencari penghasilan lebih dengan 'membuka jasa' bantuan pertama dalam belajar, yang biasa disebut les privat. Entah ke mana peraturan yang menyebutkan bahwa hal tersebut dilarang karena merugikan. Itu baru salah satu contoh penyimpangan terang-terangan di lembaga ini.
Di hari lain, masih di tempat yang sama, ketidakwarasan kembali terjadi. Ada aturan yang menyebutkan bahwa semua orang di sana dilarang merokok. Hal tersebut berkali-kali ditegaskan oleh para 'petinggi' lembaga tersebut. Dan, yang terjadi justru para 'petinggi' itulah yang melanggar peraturan. Beberapa di antara mereka bahkan merokok di sembarang tempat. Pertanyaannya, siapa sebenarnya yang mengatur dan diatur di sana? Saya sendiri bingung mau jawab apa.
Para 'petinggi' lembaga ini juga sering melebih-lebihkan hal-hal yang bahkan sebenarnya tidak perlu jadi bahan perbincangan. Banyak kegiatan-kegiatan yang menyita waktu belajar. Dengan kualitas pengajar yang bisa dibilang kurang dari standar (bagi saya pribadi), lembaga ini masih berani juga menuntut prestasi lebih dari para peserta didik. Kalau boleh saya jujur, usaha pemerintah untuk membangun lembaga seperti ini di mana-mana dengan harapan dapat menghasilkan generasi penerus bangsa yang berkualitas, benar-benar seperti menegakkan benang basah. Selama bangsa ini belum sepenuhnya ingin merubah diri sendiri, sampai akhir zamanpun negara ini tidak akan pernah jadi lebih baik dari sekarang. Apalagi, saat ini mencari generasi penerus yang berpotensi di antara jutaan orang bagai mencari jarum di antara tumpukan jerami.
Rasanya seluruh aspek kehidupan di negara ini sudah jadi ladang penghasil uang bagi beberapa pihak yang memang terkait di dalamnya. Coba pikir, aspek apa yang betul-betul belum dijadikan bisnis. Rasanya tidak ada. Sialnya, pendidikan merupakan salah satu aspek yang paling sering dijadikan lahan bisnis yang tidak transparan. Menurut perspektif saya sebagai seorang pelajar, beberapa tahun lagi jumlah orang yang tidak dapat menikmati pendidikan akan bertambah banyak, sebanding dengan bertambahnya orang yang menyalahgunakan niat dan tujuan mulia dari dunia pendidikan.
Seandainya bulan dapat berbicara, ia akan bersyukur sekali karena ia tidak ditinggali oleh makhluk bernama manusia. Apalagi manusia negeri ini. Selama bulan tidak dihuni manusia, ia akan terus berputar mengelilingi bumi dengan damai dan menjadi saksi bisu betapa konyolnya perbuatan manusia selama ini.
>>>>
Inti dari cerita ini, si Blackbird lagi stress. Jadi, wajar aja kalo bahasan yang ini ngga nyambung sama sekali. Yah, saya juga kan udah jarang banget update blog sampe jadi bulukan gini, ngga tau dah gimana bentuknya. Oh iya, baru aja kemaren Osama tewas. Banyak orang yang komentar, padahal ngga tau apa-apa (termasuk saya juga sih..). Komentar saya? Kalo bilang saya bersyukur, nanti diteror Taliban. Kalo bilang saya sedih karena saya penggemar berat beliau, semua orang tau kalo itu seratus persen wadul dan kesannya gombal. Jadi, saya ngga akan komentar banyak soal tewasnya Osama di tangan Amerika. Huzzah. Jadi ngelantur nih.
Omong-omong, ngga cuma blog yang bulukan, tapi saya juga (lha?). Udah lebih dari seminggu saya ngga menyentuh yang namanya pensil dan kertas gambar. Biasanya, sehari aja ngga ngegambar pasti langsung bulukan. Lebay. Tapi ya emang itu kenyataannya. Kalo aja ide bisa turun gitu aja dari langit, kapan aja di mana aja.. Saya ngga bakal 'membusuk' di rumah kayak gini ini deh.
Subscribe to:
Posts (Atom)